Wavy Tail

Jumat, 30 Desember 2016

HUKUM MEMAKAI EMAS BAGI KAUM LAKI-LAKI Dalam Timbangan Syari’at Islam


HUKUM MEMAKAI EMAS BAGI KAUM LAKI-LAKI
Dalam Timbangan Syari’at Islam
PUBLISHED ON 31 DESEMBER BY MUJAHIDAH ALHAAFIZHAH
I. MUQADDIMAH

Pada hari ini kita saksikan banyak pemuda-pemuda Islam sangat berlebih-berlebihan dalam berhias, bahkan melebihi wanita-wanita muslimah dalam berhias. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan kepada kita kaum muslimin untuk berlebih-berlebihan dalam segala hal, karena ia adalah bagian dari amalan syaitan, terlebih-lebih dalam berhias. Untuk itu sangat disayangkan dan sangat ironis bila para pemuda Islam dan wanita muslimah pada hari ini menghamburkan harta dan menghabiskan uang mereka hanya untuk membeli berbagai macam alat-alat perhiasan, make-up dan yang lainnya, padahal dibelahan bumi yang lain ribuan bahkan jutaan kaum muslimin hidup dalam kemiskinan, kekurangan makanan, kehilangan tempat tinggal, kekurangan persenjataan, arteleri untuk berjihad dijalan Allah . Untuk itu sudah saatnya bagi pemuda Islam dan wanita muslimah untuk menyadari semua ini dan kembali kejalan yang benar dalam bersikap, beramal, berpenampilan, berhias dan yang lainnya.
Maka dalam tulisan ini akan kami angkat pembahasan tentang bagaimana hukum memakai emas bagi seorang laki-laki muslim, apakah itu sebagai kalung, cincin, gelang, anting-anting atau sebagai gigi palsu mereka. Apakah hal itu halal (dibolehkan) atau sebaliknya diharamkan oleh syari’at Islam. Semoga tulisan yang sedikit ini bermanfaat bagi penulis dan bagi seluruh pemuda-pemuda Islam dan kaum muslimin seluruhnya. Kepada Allah kami berserah diri, Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad 

II. HADITS-HADITS RASULULLAH YANG MENUNJUKKAN TENTANG KEHARAMAN MEMAKAI EMAS BAGI KAUM LAKI-LAKI

Memang tidak terdapat satu ayat pun didalam Al-Qur’an yang menyatakan dengan jelas (shorih) akan keharaman emas bagi kaum laki-laki. Namun hadits-hadits shahih dari Rasulullah yang merupakan sumber hukum kedua didalam Islam telah menyebutkan dan menjelaskan tentang keharaman memakai emas bagi kaum laki-laki. Begitu juga ijma’ para ulama’ dan pendapat para ulama’ salaf dalam hal ini.
Hadits pertama
عن عبد الله بن عباس  رَضِيَ اللهُ عَنْهُ  أن رسو ل الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ    رأى خاتما من ذهب  في يد رجل، فنزعه  فطرحه وقال : [ يعمد أحدكم إلى جمرة من نار فيجعلها في يده] فقيل للرجل بعد ما ذهب رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ  : خذ خاتمك انتفع به، قال : لا آخذه أبدا، وقد طرحه رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
Dari Ibnu Abbas   disebutkan bahwa Rasulullah   melihat seorang laki-laki memakai cincin emas. Beliau mencabut cincin emas itu lalu membuangnya seraya berkata; “Apakah salah seorang diantara kamu sudi meletakkan bara api ditangannya ?” Setelah Rasulullah   pergi, ada yang berkata kepada lelaki itu ; “Ambillah cincinmu! Engkau dapat memanfaatkannya!” Ia berkata ; “Demi Allah, aku tidak akan mengambilnya lagi, sebab Rasulullah telah membuangnya.” (HR. Muslim)[1]
Hadits kedua
Dari Abdullah bin Amru bin ‘Ash  dalam hadits marfu’ berbunyi :
 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِي عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَال : [َ مَنْ لَبِسَ الذَّهَبَ مِنْ أُمَّتِي فَمَاتَ وَهُوَ يَلْبَسُهُ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ ذَهَبَ الْجَنَّةِ وَمَنْ لَبِسَ الْحَرِيرَ مِنْ أُمَّتِي فَمَاتَ وَهُوَ يَلْبَسُهُ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ حَرِيرَ الْجَنَّة ]ِ

“Barangsiapa  diantara umatku yang memakai perhiasan emas, lalu ia wafat sedang ia masih memakainya, pasti Allah haramkan emas-emas jannah atasnya. Dan barangsiapa yang memakai sutra dari umatku, lalu ia wafat sedang ia masih memakainya, niscaya Allah   haramkan atasnya sutra-sutra jannah. (HR. Ahmad, dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Al-Albany)[2]
Hadits ketiga
حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَنْبَأَنَا عَمَّارُ بْنُ أَبِي عَمَّارٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال : [َ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى فِي يَدِ رَجُلٍ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ أَلْقِ ذَا فَأَلْقَاهُ فَتَخَتَّمَ بِخَاتَمٍ مِنْ حَدِيدٍ فَقَالَ ذَا شَرٌّ مِنْهُ فَتَخَتَّمَ بِخَاتَمٍ مِنْ فِضَّةٍ فَسَكَتَ عَنْهُ ]

Dari Umar bin Khattab  disebutkan bahwa Rasulullah   melihat seorang Shahabat memakai cincin emas, lalu ia berpaling darinya. Shahabat itu pun membuang cincinnya dan menggantinya dengan cincin dari besi. Maka Rasulullah  berkata kepadanya; “Ini lebih buruk lagi! Ini adalah perhiasan penduduk neraka! “Shahabat itu membuangnya dan menggantinya dengan cincin dari perak. Setelah itu Rasulullah membiarkannya. (HR. Ahmad) [3]
Hadits keempat
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زُرَيْرٍ الْغَافِقِيِّ قَالَ سَمِعْتُ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَهَبًا بِيَمِينِهِ وَحَرِيرًا بِشِمَالِهِ ثُمَّ رَفَعَ بِهِمَا يَدَيْهِ فَقَال : [َ هَذَانِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي]

Dari Ali bin Abi Thalib   ia berkata : Aku telah melihat Rasulullah  mengambil sutra dan meletakkannya ditangan kanannya dan mengambil emas lalu meletakkannya ditangan kirinya. Kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya dua hal ini (sutra dan emas) diharamkan atas kaum laki-laki dari umatku”. (HR. Ahmad : I/115, Abu Dawud : 4058, An-Nasa’I : VIII/160, dengan sanad hasan)
Hadits kelima
 عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال :  [ حُرِّمَ لِبَاسُ الْحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ   لإ ناثهم  ]   قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ


Dari Abu Musa Al-Asy’ary  sesungguhnya Rasulullah  telah bersabda : “Telah diharamkan pakaian sutra dan emas atas kaum laki-laki dari umatku dan dihalalkan atas wanita-wanita muslimah mereka”. (HR. At-Turmudzi : 1720, ia berkata sanadnya hasan shahih)
Hadits keenam
Dari Hudzaifah  ia berkata : Rasulullah  telah melarang kami untuk minum dengan  bejana yang terbuat dari emas dan perak dan juga makan dengannya, dan melarang kami juga untuk memakai pakaian yang terbuat dari sutra dan dibaj[4], dan duduk diatasnya”. (HR. Bukhari : 5834)

III. PENDAPAT PARA ULAMA’ TENTANG HUKUM MEMAKAI EMAS BAGI KAUM LAKI-LAKI

@ Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata: “Adapun memakai cincin emas maka ia adalah haram bagi kaum laki-laki menurut Ijma’ (kesepakatan) Ulama’. Begitu pula kalau sebagiannya terbuat dari emas, sedangkan sebagiannya yang lain dari perak, maka ini juga adalah haram. Bahkan shahabat-shahabat kami berkata: Jika mata cincin tersebut terbuat dari emas walaupun sedikit, maka ini juga adalah haram berdasarkan keumuman hadits-hadits diatas.”[5]
@ Abu Thibb Muhammad Syamsul Haq Al-A’dzim Abady pensyarh Kitab “Sunan Abu Dawud” berkata tentang hadits nomor empat diatas: Hadits ini adalah merupakan dalil bagi jumhur ulama’ dalam pengharaman emas bagi kaum laki-laki dan kehalalannya bagi kaum wanita mereka.[6]
@ Imam Al-Hafidz Abul ‘Ula Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim Al-Mubarakfury berkata: Sabda Rasulullah “Telah diharamkan pakaian sutra dan emas atas kaum laki-laki dari umatku”Dan ini berlaku bagi kaum laki-laki secara umum termasuk anak bayi laki-laki, karena keumuman hadits tersebut. Sekalipun anak bayi laki-laki tersebut belum termasuk Ahlut Taklif (yang terkena hukum taklify atasnya) maka diharamkan (bagi siapa saja) untuk memakaikan sutra dan emas atas mereka.[7]
@ Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: Hadits-hadits diatas yang bersumber dari Shahabat Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Anas bin Malik, Abu Musa Al-Asy’ary dan Shahabat Hudzaifah bin Yaman Radiyallahu 'Anhum semuanya menunjukkan haramnya memakai emas dan sutra bagi kaum laki-laki. Adapun dihalalkannya emas dan sutra bagi kaum wanita muslimah, beliau berkata: Adapun hikmah dari penghalalan emas dan sutra  bagi wanita muslimah adalah karena mereka wanita muslimah membutuhkan hal itu dalam memperhias (mempercantik) diri mereka untuk suami-suami mereka, maka dihalalkan itu semua atas mereka. Akan tetapi kaum laki-laki tidak membutuhkan semua itu, maka dengan ini diharamkan atas mereka pakaian yang terbuat dari emas dan sutra.[8]
@ Abu Hasan Mustafa bin Ismail As-Sulaiman Al-Mishry berkata: “Termasuk juga yang diharamkan bagi kaum laki-laki adalah memakai jam tangan yang terbuat dari emas (terdapat bahan emas padanya).”[9]

IV. kesimpulan
@ Diharamkannya memakai emas bagi kaum laki-laki baik sedikit maupun banyak apakah itu sebagai cincin, kalung dan lainnya. Dan itu berlaku umum termasuk juga didalamnya anak bayi laki-laki walaupun ia masih kecil, maka diharamkan bagi seseorang untuk memakaikan emas kepada anak bayi laki-laki.
@ Dihalalkannya perhiasan emas bagi kaum wanita, karena hal itu adalah merupakan kebutuhan mereka untuk memperhias diri mereka didepan orang yang dicintainya yaitu didepan suaminya, atau didepan orang-orang yang memang halal untuk melihat mereka.
@ Maka adalah merupakan bentuk tasyabbuh (penyerupaan) kepada wanita, bila seorang laki-laki memakai emas sebagai perhiasan mereka. Padahal Rasulullah telah menjelaskan bahwasanya Allah  melaknat wanita yang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki yang memakai pakaian wanita.
@ Termasuk juga hal yang dilarang bagi laki-laki adalah memakai cincin yang terbuat dari besi, karena ia adalah merupakan perhiasan ahli neraka.
@ Dilarang bagi kaum laki-laki maupun wanita untuk makan dan minum dari bajana dan piring yang terbuat dari emas.
@ Besarnya ancaman bagi mereka kaum laki-laki yang memakai emas sebagai perhiasan mereka, dimana Allah  akan mengharamkan bagi mereka emas-emas jannah kelak dihari kiamat.
@ Diantara perhiasan yang dihalalkan bagi kaum laki-laki adalah perhiasan yang terbuat dari bahan perak.
@ Adalah kewajiban bagi kaum muslimin untuk mencontoh Rasulullah  dalam berhias. Sehingga kita senantiasa berjalan diatas petunjuk dan risalah yang beliau sampaikan.
Demikianlah pembahasan ini kami buat dengan sebenar-sebenarnya dan hanya mengharap ridah Allah semata. Semoga Allah  senantiasa memberikan taufiq dan inayah-Nya kepada kita semua. Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada Nabi dan Rasul-Nya Muhammad 
Wallahu A’lam bish Shawab.

~ istighosah ~

BERISTIGHOSTAH DAN BERDO'A KEPADA SELAIN ALLAH
PUBLISHED ON 31 DESEMBER 2016 BY MUJAHIDAH ALHAAFIZHAH
  •  pengertian istighostah dan Do'a.

          I stighostah  adalah mashdar ( pokok kata )  dari kata kerja  استغاث – يستغيث  yang artinya adalah :طلب الغيث   yaitu meminta pertolongan.
          Adapun istighostah  menurut ahli nahwu adalah " نداء يخلص من شدة أ و يعين على دفع بلية  " yaitu : menyeru orang yang dapat melenyapkan kesulitan dan menolong oarang untuk menghilangkan mara bahaya.            
          Berkata Syeihkul Islam Ibnu Taimiah : " Istigshostah  adalah meminta pertolongan, dalam rangka untuk menghilangkan musibah atau bencana." Seperti istinshor { meminta pertolongan}untuk di menangkan, dan kata isti'anah ( yang berma'na  tholubul 'Auni ( meminta pertolongan ).
          Adapun do'a adalah pokok kata dari kata kerja  دعا يدعو   yang artinyaطلب حضار  إ yaitu " memohon kehadiran " dan di sebutkan pula bahwa do'a adalah  ما يدعى به من الله   yaitu apa-apa yang di gunakan untuk menyeru Allah berupa perkataan. Ini adalah do'a secara bahasa, adapun secara istilah adalah sebagaimana yang di katakan syekh ustaimin طلب ما ينفع أ و طلب ما د فع ما يضر  " yaitu memohon sesuatu yang bermanfaat serta memohon untuk menolak sesuatu yang bermadharat ".

Perbedaan istighostah dengan do'a.

          Perbedaan antara istighostah dan do'a adalah : istighostah tidak lain dalam rangka untuk di selamatkan dari suatu musibah, sedangkan do'a maknanya lebih umum, sebab itu dia mencakup permohonan dari suatu musibah atau untuk selainnya, bentuk 'athaf ( aneksasi ) kata doa dalam kalimat (أ و يد عو  ) terhadap kata istighostah dalam kalimat  أ ن يستغيث  adalah merupakan athof yang bersifat umum kepada yang bersifat khusus. Jadi , antara keduanya terdapat makna umum dan khusus yang muthlak, keduanya bertemu dalam satu titik namun kata do'a lebih umum, artinya setiap istighostah adalah do'a dan bukan setiap do'a adalah istighostah.

Macam-macam do'a dan istighostah

Para ulama membagi do'a menjadi dua bagian :
  1. Do'a ibadah : serti sholat, puasa dan ibadah yang lain, ketiak sesorang melaksanakan sholat atau puasa sebanarnya ia telah begdo'a dan meminta kepada Allah ampunan dan menjauhakan dirinya dari adzab. Baeangsaipa memalingkannya untuk selain Allah maka ia telah berbaut syirik secara muthlaq, bersabda nabi sallallahu 'alaihi wasallam  " sesungguhnya do'a adalah ibadah ".
  2. Do'a masalah : dalam hal ini terdapat perincian  ( tidak sama di hukumi syirik ) . barangsiapa meminta pertolongan pada makhluk atau sesuatu yang ia mampu untuk mengerjakannya, maka hal ini tidak termasuk syirik, contohnya seseorang yang meminta minum kepada saudaranya yang memiliki air atau seseorang meminta pertolongan kepada temannya dari hewan buas dan yang semisalnya. Bersabda nabi sallallahu 'alaihi wasallam : " Siapa saja yang menyeru kepada kalian maka penuhilah seruannya ". ( HR Abu Daud di shohihkan oleh Al bani dalam al jami' 6021 ) belau juga bersabda  : " Apabila ada orang yang menyerumu maka penuhilah  ( HR Muslim )

         Berkata sykeh islam ibnu taimiah : " setiap do'a ibadah lazim ( pasti ) mengandung do'a masalah, dan setiap do'a masalah mengandung do'a ibadah, Allah berfirman, " berdo'alah kepada Robb mu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang malampoi batas ." ( QS Al a'rof : 55 )

Ayat tersebut mengandung do'a ibadah, karena orang yang meminta itu mengikhlaskan permintaannya kepada Allah. Hal itu merupakan ibadah yang paling utama, demikian pula halnya dengan orang yang berdzikir ( ingat ) kepada Allah, orang yang membaca Al Qur'an  dan sebagainya dan bisa di katakan juga sebagai orang yang beribadah kepada Allah di tinjau dari sisi makna, karenanya ia di sebut sebagai orang yang berdo'a sekaligus sebagai penghamba. ( di nukil dari fathul majid syarah kitab tauhid syekh abdurrahman bin hasan 200-201. )


Istighosah di bagi menjadi  tiga  macam :
1.     yang di perintahkan : yaitu istighostah kepada Allah ta'ala : adapun dalil yang menunnjukkan hal itu adalah firman Allah : " katakanlah : terangkan kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang  kepada kamu hari kiamat apakah kamu menyeru sembahan lain selain Allah jika kamu orang-orang yang benar ! ( tidak ) hanya dialah yang  kamu seru maka dia menghilangkan  bahaya yang   karenanya kamu meninggalkan sembahan-semabahanmu yang kamu sekutukan dengan Allah ". ( al an'am 40-41 ). Dan firmannya :   " (ingatlah ) ketika kamu memohon pertolongan pada Allah lalu di perkenankannya bagimu  : " sesungguhnya aku mendatangkan  bala  bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang beturut-turut." ( al anfal 9 )
2.   istrighostah yang di perbolehkan : yaitu istighostah ( meminta bantuan ) kepada seseorang yang   mempunyai sifat hayyun  ( hidup ), hadir ( ada di hadapan ), qodir ( mampu ) Allah berfirman :

فا ستغا ثه الذي من شيعته الذي من عد وه
 " maka orang yang dari golongan meminta petolongan kepada ( musa ) untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya." ( al Qosos 15  )

ayat ini berkenaan dengan orang  berada di  bani isroil yang beristighostah kepada musa untuk mengalahkan  musuhnya dari  fir'aun. Maka beristighostah kepada orang yang sudah meninggal, yang ghoib ( jin dan lain sebagainya atau manusia tiada di hadapannya ) ataupun orang yang tidak mempunyai kamampuan, seperti menurunkan hujan dan lain-lain. Ini adalah syirik besar. Do'a adalah ibadah sedangkan istighostah adalah lebih khusus daripada do'a, dan memalingkan do'a kepada selain Allah seperti istighostah, dia adalah musyrik. Orang musyrik tidak akan di ampuni selama tidak bertaubat pada Allah ta'la dengan  taubat nashuha.


3. istighostah yang dilarang. Yaitu istighostah kepada selain Allah yang tidak mempunyai sifat hayyun ( hidup ) hadir dan qadir ( mampu )

hukum berdo'a dan beristighostah kepada selain Allah.

Do'a adalah ibadah, begitupula dengan istighostah, karena istighostah adalah sejenis dengan do'a walaupun dengan makna yang lain lebih khusus, perbedaan antara istighostah dengan do'a adalah :istighostah  tidak lain dalam rangka meminta di selamatkan dari suatu musibah, sedangkan do'a makananya lebih umum, sebab itu mencakup permohonan selamat dari musibah atau untuk selainnya. Bentuk 'athof ( aneksasi ) kata do'a dalam kalimat  أ و يد عو  terhadap kata istighostah dalam kalimat أن يستغيث  merupakan 'athof dari yang bersifat  umum kepada yang bersifat khusus. Jadi antara keduanya terdapat makan umum dan makna khusus yang muthlak, artinya setiap istighostah adalah do'a dan bukan setiap do'a adalah istighostah.

Allah berfirman : " Berdo'alah kepada Robbmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampoi batas."

Setip perkara yang di syari'atkan dan di perintahkan o;eh Allah bagi hamba-hambanya pelaksanannya adalah ibadah. Karenanya, jika ibadah tersebut di alihkan kepada selain Allah maka di adalah seorang yang musyrik. Allah berfirman : " katakanlah hanya kepada Allah  saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam  ( menjalankan ) agamaku. ( Az zumar : 14 )

Iibnu Qayyim berkata di antara jenis-jenis kesyirikan adalah mengadukan keperluan-keperluannya kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia, meminta pertolongan dan mengarahkan  tujuan pada mereka, inilah asal terjadi keysirikan di dunia, sebab orang yang sudak meninggal sudah terputus amalnya, dan sudah tidak memiliki manfaat dan madharat pada dirinya sendir.

Dalil-dalil yang melarang do'a dan istighostah kepada selain Allah,

فمن كان يرجوا لقا ء ربه قليعمل عملا صلحا ولا يشرك بعبا د ة ربه أ حدا

Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Robbnya maka hendaklah dia mengerjakan amalan yang sholeh dan janganlah memperskutukannya dengan sesuatu apapun.

RISALAH UNTUKMU DUHAI UKHTI AL MUJAHIDAH!


RISALAH UNTUKMU DUHAI UKHTI AL MUJAHIDAH!

PUBLISHED 24 DESEMBER 2016 BY MUJAHIDAH AL-HAAFIZHAH


Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Wahai ukhti muslimah yang telah ridha, Allah sebagai Rabb kalian, Islam sebagai Dien kalian dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul kalian, Ketahuilah !!!!
Musuh-musuh Islam tak henti-hentinya berusaha untuk menjauhkan wanita muslimah dari Agama Islam yang haq dan lurus ini. Di setiap tempat dan kesempatan mereka selalu melontarkan tuduhan-tuduhan keji yang ditujukan kepada wanita-wanita mu’minah yang suci, mereka mengatakan bahwa:
“Islam adalah penjara bagi wanita” karena wanita dalam Islam wajib di rumah, tidak di izinkan keluar kecuali ada hajat”.
“Menetapnya wanita di rumah, melemahkan ekonomi suatu negara”.
“Poligami adalah perbuatan hewan”.
“Perceraian adalah suatu kedzaliman”.
“Wanita-wanita muslimah itu sakit, penuh dengan kadas dan panu, oleh karena itu mereka memakai hijab untuk menutupi aibnya”.
Ukhti Al Mujahidah…!
“Jangan kau ikuti langkah-langkah syetan” (QS. An Nur: 21).
Ukhti Al Mujahidah…!
Jangan engkau dengar kata-kata mereka, sebab mereka adalah penganjur yang berdiri di tepi neraka Jahannam dan mengajak serta menyeret ke dalam api neraka Jahannam.
“Mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.”(QS. Al Kahfi: 5)
Ukhti Al Mujahidah…!
Tahukah engkau apa yang mereka inginkan? Mereka hanya menginginkan satu perkara. Menghancurkan agama Islam dan merusak generasi Islam dan menyebarkan kekejian di tengah masyarakat beriman.
Mereka menghendaki agar wanita-wanita muslimah yang suci keluar dari rumahnya, dari bentengnya.
Mereka menghendaki agar engkau menjadi barang murahan, sebagai pemuas syahwat.
Mereka menipumu agar engkau keluar dari surga sebagaimana iblis mengeluarkan Nabi kita Adam darinya. Iblis mengeluarkan Adam dan Hawa dari surga dalam keadaan telanjang, tanpa pakaian, yang menutup aurat mereka.
Para pengumbar kejahatan pun meniru gaya dan cara yang sama, jangan kamu hiraukan mereka!
Penuhilah panggilan Allah dan Rasul-Nya, pasti di situ ada kebahagiaan sejati.
Allah  hanya menghendaki darimu kesucian, kemuliaan dan keluhuran.
Firman Allah :
“Akan tetapi Allah hendak mensucikan dan menyempurnakan nikmat-Nya kepadamu”. (QS. Al Maidah: 6).
Firman Allah :
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan mencintai orang-orang yang melakukan kesucian” (QS. Al Baqarah: 222).
Ukhti Al Mujahidah …!
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam telah memperingatkan kalian dengan sabdanya:
“Aku tidak meninggalkan fitnah sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi laki-laki dari pada wanita” (HR. Bukhari Muslim).
Ukhtiku, tahukan engkau?? Musuh-musuh Islam telah mengetahui, bahwa kerusakan dan kerendahan moral wanita berarti pengrusakan terhadap masyarakat secara universal dan integral. Seorang tokoh aliran (free masonry) berkata:
“secangkir minuman keras, seorang biduanita dapat menghancurkan ummat Muhammad melebihi kekuatan seribu tank baja, peluru kendali, dan senjata kimia yang canggih. Oleh karena itu buatlah mereka tenggelam dalam cinta materi dan syahwat”.
Temannya yang lain juga berkata:
“Kita harus mempergunakan wanita sebab setiap kali ia mengulurkan tangannya kepada kita, kita telah mendapatkan apa yang kita inginkan dan kita telah berhasil memporak-porandakan serdadu penolong agama Islam”.
Berhati-hatilah kalian wahai saudariku, kaum muslimah adalah sasaran empuk musuh-musuh Alloh dalam menghancurkan Islam. Oleh karenanya, mari perkuat benteng keimanana kita dengan banyak menuntut ilmu syar’I dan banyak amal sholeh.
Semoga Allah  selalu menunjuki kita ke jalan yang lurus. Amiin.

~Risalah Untuk Mujahidah~

Disisi mujahid ada mujahidah
Yang berjihad untuk Kemuliaan  Islam
Yang menyerikan Islam dan tamannya dengan Peribadi solehah
Mereka srikandi Istimewa yang Mengabdikan diri pada Allah dan suaminya
Mujahidah sejati banyak peranannya dalam membangun Islam
Tangan mereka bakal menggoncang dunia
Melalui didikan mereka terhadap putra-putrinya
Ingatlah wahai  mujahidah!!! putra-putrimu adalah  amanah Allah
Maka Ikutilah Syariatnya
Agar dirimu selalu dalam keredhaannya
Didiklah mereka dg cara Islam Agar insyaAllah mereka menjadi soleh dan solehah
Jadikanlah putra-putrimu mujahid dan mujahidah yg tangguh
Wahai mujahidah!!! Islam kini memerlukan mujahidah Yang beriman, sabar, redha dan bertaqwa
Agar Islam yang gagah tegak kembali di bumi Allah yang mulia ini
Bersama mujahidah sejati…!!!!

Allohu Akbar!!!!

Wahai Mujahidku

"Wahai Mujahidku"

PUBLISHER 24 DESEMBER 2016 BY MUJAHIDAH ALHAAFIZHAH
Jangan pernah lelah wahai Mujahidku

Karena ku kan senantiasa dibelakangmu untuk mendukungmu
Jangan kau tengok ke belakang, lihatlah kedepan
Didepan ada musuhmu, musuh Tuhan kita
Jadikan mereka terhina dengan kekuatanmu
Janganlah ragu untuk melepaskan peluru dari selongsong senapanmu
Bidiklah tepat dijantungnya
Jadikan ia mati sia-sia, tak memberi kemenangan bagi sekutunya
Maju terus jangan pernah menyerah
Lepaskanlah duniamu
Karena sungguh dunia ini hina
Sesungguhnya disisi Tuhan kitalah sebenar-benarnya kebahagiaan
Ingatlah isteri-isteri akhiratmu menunggumu dengan penuh cinta
Mereka senantiasa mendendangkan syair kerinduan
Hanya untukmu, hanya untukmu

Disaat kau pulang dengan membawa kemenangan

Maka janganlah kau merasa puas hingga Allah memenangkan agama ini atau kau menemui syahid dimedan itu
Dua pilihan yang menguntungkan, bukan?
Siapakah yang tidak suka dengan perniagaan demikian?
Sungguh merugi bagi orang yang membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat
Bukankah kau tidak demikian?

Kau sering bercerita kepadaku tentang indahnya syurga

Dengan berbagai kenikmatan didalamnya
Dan akupun mendengarkan dengan seksama
Betapa indahnya jika kita termasuk penghuni didalamnya
Menuai keridhaan-Nya selamanya

Wahai Mujahidku…aku sering melihatmu bercucuran air mata

Dan seketika itu kau tersungkur bersujud
Memanjatkan sebuah do’a
Aku tak bisa mendengarnya karena suaramu tertahan oleh gejolak didadamu
Namun ku tau
Itu adalah gemuruh kerinduanmu padanNya
dan kau memohon untuk bisa membela saudara-saudaramu dari para Thagut kaum kuffar
mengembalikan izzah mereka

wahai Kekasihku…ku kan senantiasa berdoa untuk mu agar harapanmu terpenuhi

untuk bisa kembali ke medan pertempuran itu
sungguh aku ridha jika harus dua kali atau bahkan berulang kali ditinggal olehmu
meski kerinduanku belumlah pupus
meski sajadahku belumlah kering karena banyaknya air mata kerinduan mengharap hadirmu disisiku
meski hari-hariku kan kembali sepi oleh canda dan petuahmu

meski kau tak lagi mengimamiku shalat

meski kau tak akan menyakasikan kehadiran Mujahid kecilmu menghirup udara kehidupan
aku ridha, sungguh aku ridha
asalkan Rabb kita memperkenankan kita bersua dan berkumpul di JannahNya
untuk selamanya
Jika kita tak berjumpa kembali
Maka kan ku semai cintamu disyurga
Dalam istana takwa

senyumku mengembang jika ku membayangkannya (syurga)

namun ku tak bisa menyembunyikan rasa cemburuku pada bidadari bermata jeli
yang akan membagi kasihmu dengan ku
kecantikan mereka tiada tandingan
meski kau selalu menyanjungku tiap pagi dan malam hari
namun seperti yang kau tau aku adalah wanita pecemburu
jiaka rasa itu menyerang maka aku kan mengingat kata-katamu
“kecantikan bidadari memang tiada duanya namun wanita dunia lebih mulia dan tiada tandingannya karena mereka bersusah payah beribadah sewaktu didunia”
Dan seketika itu pula hatiku riang
Ahhh..kau selalu mengerti bagaimana caranya membuatku senang

Wahai pujaanku….tiada berita yang lebih kusukai selain berita tentang kesyahidanmu

Oleh karena itu janganlah berhenti untuk mengharap syahadah pada-Nya
Mudah-mudahan Allah melapangkan jalanmu menujuNya
Kau ingat bukan Rabb kita telah berfirman
“Barang siapa menolong agamanya maka dia akan menolongnya pula”
Yakinlah itu

Wahai kekasih hati….jangan pernah ragu untuk meninggalkanku kembali

Jangan fikirkan aku
Karena ku kan baik-baik saja
Ku kan setangguh isteri Handzalah
yang merelakan malam pengantinya untuk memenuhi seruan-Nya
Kan kutopang hidupku tanpamu
Karena kini ku telah terbiasa
Kau yang mengajarkannya padaku, bukan?
Bukankah kita telah berkomitmen dari awal perjumpaan
dan saat ijab Kabul diucapkan
untuk mendirikan bangunan kasih kita diatas jalanNya
hingga syahid menjemput?
Kita tau perjumpaan didunia adalah sementara
Karenanya kita memohon perjumpaan yang kekal
Hingga kau dan aku tak terpisahkan lagi oleh ruang dan waktu
Allaahumma Amiin

Salam rinduku untuk mu selalu

Mujahidah-mu

UNTUKMU WAHAI SINGA TAUHID, SYAIKH USAMAH BIN LADIN!!

PUBLISHED 30 desember 2016 by mujahidah alhaafizhah
Apa kabarmu wahai Syaikh?
Mungkin engkau kini sedang merayakan pernikahan
Dengan bidadari surga secantik berlian
Atau engkau sedang tertawa bahagia
Karena perjumpaanmu dengan para syuhada
Mengenangmu mata ini menangis sedih dan bahagia
Sedih  karena kehilangan  singa tauhid yang perkasa
Bahagia karena engkau wafat sebagai syuhada mulia
Engkau tak hanya pemberani menentang kezaliman
Namun engkau sungguh manusia dermawan
Dengan harta kekayaan kau nafkahi para tawanan
Kau berikan anak-anak tak berdosa itu perlindungan
Dunia menyaksikan saat engkau tinggalkan kemewahan
Menuju bumi jihad Afghanistan
Keberadaanmu menggetarkan musuh-musuh islam
Namamu menggema di seluruh penjuru dunia
Membuat para kafirin didera frustasi dan kecewa
Karena sulitnya menjangkau keberadaan tempatmu
Bermilyar harta tertumpah sia-sia demi menangkapmu
Bertahun-tahun musuh-musuh itu mendapatkan ilusi semu
Engkau sosok teladan umat era ini
Berjuta pemuda termotivasi meninggalkan kesenangan duniawi
Demi memenuhi panggilan Ilahi
Juga karena tergoda bidadari surga bermata jeli
Engkaulah motivator ulung
Yang menjadikan semangat mujahid menggunung
Bumi jihad terasa sejuk dan nyaman
Karena kokohnya niatan pemuda-pemuda militan
Kini engkau telah mendapatkan cita-cita indah
Meninggal mulia di jalan Allah
Percikan darahmu itu akan menjadi saksi
Di hari penghisaban di depan Allah Rabbul izati
Ketika mulut dan tangan dikunci
Darah merahmu akan merona mewangi
Berjuta pengagummu menangis sedih
Karena kehilangan mujahid pemberani dan shalih
Sang komandan jihad berakhlak jernih
Engkau akan dikenang sejarah
Dengan tinta emas nan merah
Akan tertulis bait- bait cantik merekah
Tentang keharuman perjuanganmu sebagai mujahid gagah.

Mujahidah Islam

(¯`°.•°•.ღ*► PEJUANG MUSLIMAH : MARWA AL-SHARBINI ◄*ღ .•°•.°´¯)

PUBLISHED 30 oktober 2016 by mujahidah alhaafizhah


بِسْــــــ…ــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
” Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. ” (QS.29:2-3)
Ribuan orang di Mesir yang mengantar jenazah Marwa Al-Sharbini ke tempat istirahatnya yang terakhir, dan ini tidak sehebat dan semegah acara kematian Michael Jackson. Marwa hanya seorang ibu dan bukan superstar seperti MJ. Tapi kepergian Marwa Al-Sharbini adalah lambang jihad seorang muslim.
Marwa Al- Sharbini mempertahankan harga dirinya sebagai seorang Muslimah yang mematuhi ajaran agamanya meski pun untuk itu ia kehilangan nyawanya. Meski pemerintah Jerman berusaha menutup-tutupi kematian Marwa Al-Sharbini, cerita tentang Marwa mulai menyebar dan mengguncang komunitas Muslim di berbagai negara. Untuk mengenang Marwa, diusulkan untuk menggelar Hari Hijab Internasional yang langsung mendapat dukungan dari Muslim di berbagai negara.
Usulan itu dilontarkan oleh Ketua Assembly for the Protection of Hijab, Abeer Pharaon lewat situs Islamonline. Abeer mengatakan, Marwa Al-Sharbini adalah seorang martir bagi perjuangan muslimah yang mempertahankan jilbabnya. “Ia menjadi korban Islamofobia, yang masih dialami banyak Muslim di Eropa.
Kematian Marwa layak untuk diperingati dan dijadikan sebagai Hari Hijab Sedunia,” kata Abeer. Seruan Abeer disambut oleh sejumlah pemuka Muslim dunia antara lain Rawa Al-Abed dari Federation of Islamic Organizations di Eropa. “Kami mendukung usulan ini. Kami juga menyerukan agar digelar lebih banyak lagi kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang hak-hak muslimah di Eropa, termasuk hak mengenakan jilbab,” kata Al-Abed.
Selama ini, masyarakat Muslim di negara-negara non-Muslim memperingati Hari Solidaritas Jilbab Internasional setiap pekan pertama bulan September. Hari peringatan itu dipelopori oleh Assembly for the Protection of Hijab sejak tahun 2004, sebagai bentuk protes atas larangan berjilbab yang diberlakukan negara Prancis.
Dari berbagai sumber didapatkan informasi, Marwa Al-Sharbini, 32, meninggal dunia karena ditusuk oleh seorang pemuda Jerman keturunan Rusia pada Rabu (1/7) di ruang sidang gedung pengadilan kota Dresden, Jerman. Saat itu, Marwa akan memberikan kesaksian dalam kasus penghinaan yang dialaminya hanya karena ia mengenakan jilbab.Belum sempat memberikan kesaksiannya, pemuda Jerman itu menyerang Marwa dan menusuk ibu satu orang anak itu sebanyak 18 kali. Suami Marwa berusaha melindungi isterinya yang sedang hamil tiga bulan itu, tapi ia juga mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
Kasus Marwa Al-Sharbini menjadi bukti bahwa Islamofobia masih sangat kuat di Barat dan sudah banyak Muslim yang menjadi korban. “Apa yang terjadi pada Marwa sangat berbahaya. Kami sudah sejak lama mengkhawatirkan bahwa suatu saat akan ada seorang muslimah yang dibunuh karena mengenakan jilbab,” kata Sami Dabbah, jubir Coalition Against Islamophobia.
Dabbah mengatakan, organisasinya berulang kali mengingatkan agar para muslimah waspada akan makin menguatnya sikap anti jilbab di kalangan masyarakat Barat. Profesor bidang teologi dan filosifi dari Universitas Al-Azhar, Amina Nusser juga memberikan dukungannya atas usulan Hari Jilbab Internasional yang bisa dijadikan momentum untuk merespon sikap anti-jilbab di Barat. “Hari peringatan itu akan menjadi kesempatan bagi kita untuk mengingatkan Barat agar bersikap adil terhadap para muslimah dan kesempatan untuk menunjukkan pada Barat bahwa Islam menghormati keberagaman,” tukas Nusser.
Nusser menegaskan bahwa hak seorang muslimah untuk berbusana sesuai ajaran agamanya, tidak berbeda dengan hak penganut agama lainnya. Ia mengingatkan, bahwa kaum perempuan penganut Kristen Ortodoks juga mengenakan kerudung sebelum masuk ke gereja.
Dukungan untuk menggelar Hari Jilbab Internasional juga datang dari Muslim Association of Denmark. Ketuanya, Mohammed Al-Bazzawi. “Hari Jilbab untuk mengingatkan masyarakat Barat bahwa hak muslimah untuk mengenakan jilbab sama setara dengan hak perempuan non-Muslim yang bisa mengenakan busana apa saja. Mereka di Barat yang bicara soal hak perempuan, selayaknya menyadari bahwa mereka juga tidak bisa mengabaikan hak seorang perempuan untuk mengenakan jilbab,” tandas Al-Bazzawi.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. (QS. Ali Imran : 142)
Jadi kalo selama ini ada masih enggan atau tidak mau mengenakan hijab syar’i padahal dia seorang muslimah dan telah ‘mengerti’, maka berkacalah pada perjuangan muslimah yang satu ini.
Berusaha mengamalkan syari’at secara total adalah wajib. Dan menuju Islam yang Kaffah adalah jalan utama.:)
Keep istiqomah with our hijab!!!! ^_^
-Dari Berbagai Sumber-

فقه النساء


HUKUM CADAR MENURUT EMPAT MADZHAB

PUBLISHED 30 desember 2016 by mujahidah alhaafizhah

Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.
Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)
Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1. Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
“Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2. Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka. ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.